Sewa Atau Beli


Johan dan Jenny Wijaya merupakan pasangan yang beruntung. Saat mereka memutuskan membeli properti empat tahun silam, sekitar 2010, timing-nya sangat pas: sebelum pasar properti “lompat”. Pasangan ii membeli apartemen di daerah Kuningan, Jakarta Selatan, di sebuah seperblok mall-apartment-office (kompleks yang sedang ngetren dibangun para developer belakangan ini). Apartemen itu mereka boyong seharga Rp 1,3 miliar. Tidak sampai tiga tahun berselang. Johan Dan Jenny melihat sinyal pasar properti mulai menggelembung.Keduanya memutuskan untuk menjual apartemen itu dan kembali menyewa tempat tinggal saja.

“Kelihatannya market properti sedang booming banget, cepat sekali, dan kayaknya ada tanda-tanda mau bubble. Opportunity cast-nya jadi terlalu tinggi untuk kami acuhkan, “kata Johan (34), eksekutif di sebuah perusahaan pialang saham. Mereka menutup penjualan properti tersebut senilai Rp 3,8 miliar. Nilai fantastis, capital gain yang diraih hampir 200%!



Keputusan pasangan Wijaya ini mencerminkan suatu kenyataan baru tentang arena-arena tertentu di wilayah jakarta. Sebuah analisis dari Colliers International menunjukan bahwa di kawasan-kawasan termahal ibu kota (termasuk di dalam menteng, Kebayoran baru, dan Kuningan), membeli properti seolah-olah suatu investasi yang ceroboh dan tanpa perhitungan, jika di kaitkan dengan harga beli dab pendapatan sewanya. Daftar kawasan ini mesih bisa diperpanjang melingkupi area-area lainnya seperti tebet, Kemang dan Cilandak. Harga propertinya sudah melonjak jauh, membuat investasi properti di sini terlihat kurang menarik lagi di banding beberapa tahun lalu. Benarkah demikian?

Pisau Bermata Dua
 
Dengan menggunakan perhitungan sederhana di program Excel, seorang calon investor dan calon penyewa dapat menganalisis keputusan mereka. Sebagai contoh, seseorang berniat membeli rumah senilai Rp 2 miliar dan berencana tinggal di sana selama tujuh tahun. Ternyata, masih lebih menguntungkan jika mereka bisa menyewa rumah yang sama dengan harga maksimum Rp 12 juta per bulan.

Lantas uang mereka bakal diinvestasikan ke mana? Dengan kondisi pasar modal yang tumbuh 18-25% dalam beberapa tahun terahir. “Investasi di pasar modal bisa jadi pilihan yang cukup menarik” jawab Johan.

“banyak pasar properti high-end sudah overvalued jika di bandingkan dengan pendapatan sewanya,”tutur Eta Maryani, Marketing Manager Premium House Real Estate.


“Di pasar seperti ini, lebih baik menyewa ketimbang membeli, meskipun secara pasar properti cukup berimbang.”

Sebut saja Kuningan, lokasi di mana Johan dan Jenny menjual apartemen mereka. Kuningan belakangan ini menjadi salah satu area favorit kantor-kantor perusahaan asing, termasuk dibukanya sejumlah kantor Jepang sejak 2011. “ada banyak warga Korea dan Jepang dengan bujet 2.000, 3.000 sampai 4.000 dolar (Amerika) per bulan,”kata Eta. “Masalahnya kemudian adalah inventori. Rasanya tak Cukup banyak apartemen yang memenuhi kebutuhan mereka.”


Dalam 10 tahun terakhir, grafik kenaikan harga properti menanjak sangat curam. Sebelumnya, dalam hitung-hitungan matematis, membeli jauh lebih menguntungkan dari menyewa-ini meliputi hampir seluruh area di ibu kota, bahkan ketika banyak investor keliru memperkirakan bahwa harga properti tidak bisa loncat setinggi ini.

Dari 2009 sampai 2011, membeli properti bisa di katakan suatu keputusan yang sangat menguntungkan, tapi tentu saja ketika itu hal ini tidak mudah di sadari. Siapa yang menyangka sebuah proyek yang sudah terbengkalai selama lebih dari 10 tahun dan sudah berganti-ganti pemilik beberapa kali, misal nya, bisa menjadi gerbong penarik harga properti di sekitarnya? Sejak akhir 2011, harga-harga meloncat tanpa alasan yang jelas hingga 200% di kawasan kuningan, 100% di Menteng bahkan lompatannya bisa lebih tinggi lagi di area-area yang lebih diminati di dalam kawasan tersebut (tidak semua area Menteng itu sama, tentunya).

Di Menteng dan Kebayoran Baru, lokasi dimana kenaikan harga properti paling tajam terjadi, harga jual rumah mencapai 50-150 kali harga sewa rumah setahun dengan ukuran dan spesifikasi yang sama. Berdasarkan analisis data situs rumah123.com, rasio tersebut sangat berbeda dibanding situasi disekitar 2007-kala pasar properti di Kebayoran Baru boleh dibilang masih jauh dari bubble, walaupun tanda-tanda menuju kesana sudah mulai terlihat.

Ketika bunga KPR dan promosi insentif dari developer (berupa cicilan uang muka) dimasukan kedalam hitungan investasi, membeli apartment di daerah kuningan seolah-olah terlihat cukup menarik. Tapi, dengan uang muka sebesar 30% dan kisaran tingkat suku bunga sekarang ini, membeli apartemen bisa 4% lebih mahal dari pada menyewa properti yang sama. Padahal dua tahun lalu, membeli apartemen di daerah kuningan itu 26% lebih murah daripada menyewa apartemen sejenis.

Long-Term or Short-Term

Pasar properti yang berpotensi mengalami overvalued merupakan akibat dari dua penyebab utama. Pertama, kondisi dan situasi negara yang relatif stabil, baik secara ekonomi makro maupun mikro. Kedua, pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan menarik banyak investor asing menanamkan investasi di indonesia. Hal ini pada giliran nya mendatangkan kaum ekspatriat, yang memicu peningkatan permintaan tempat tinggal.

Semua itu didorong lebih lanjut dengan pertumbuhan ekonomi kelas menengah. Walaupun situasi pasar apartemen di daerah Kuningan berisiko mengalami “overheating” tetap saja masih ada investor yang melompat kedalam kereta yang melaju kencang. Mereka berharap belum telat ikut kecipratan cuan besar yang diperoleh dari investasi properti, sebagaimana orang-orang yang sudah duluan daripada mereka. Ada hal yang harus di cermati, tentunya. Kebijakan membeli versus menyewa sangat tergantung pada kondisi finansial setiap orang (yang berbeda-beda), juga rencana dan preferensi mereka.

Sumber: Majalah Property-in | Jan-2015
Photo courtesy of Hilsea Rentals Gold Coast