Premhouse.com JAKARTA | Beberapa tahun terakhir kita semua tahu bahwa harga tanah di kawasan
premium (prime location) mengalami peningkatan pesat dan cukup
spektakuler. Fenomena itu terjadi hampir di setiap daerah di Indonesia
seperti di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Balikpapan,
Manado dan Bali.
Hal ini dikarenakan berlakunya Hukum Penawaran
dan Permintaan (supply & demand) yang juga berkaitan dengan Hukum
Kelangkaan’ (the law of scarcity). Dengan semakin meningkatnya
permintaan masyarakat yang cenderung ingin memiliki properti di pusat
kota—lantaran nilai strategis dan prestise—pengembangan di area kawasan
premium itu pun semakin gencar dilakukan guna memenuhi permintaan
tersebut. Akibatnya, lahan-lahan yang tersedia semakin langka dan pada
akhirnya harga tanah melambung.
Menerapkan prinsip Kaidah Investasi [K x (L + L + L)] = [L x (K + K + K)] dalam memilih sunrise property. Oleh: Yosi Hidayat Prabowo *
Kenaikan harga tanah yang sangat
signifikan terjadi di Jakarta. Semenjak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
mengeluarkan Peraturan Gubernur No.175/2013 tentang Penetapan Nilai Jual
Obyek Pajak (NJOP) Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan tahun
2014, maka terjadi perubahan kenaikan NJOP-PBB (kenaikan tertinggi dan
kenaikan terendah pada sebuah wilayah dan kawasan). Contohnya di Jakarta
Pusat, kenaikan tertinggi di kawasan Gambir (136%) dan terendah di
kawasan Johar Baru (53%); sedang di Jakarta Barat, tertinggi di kawasan
Rukan Puri Mansion (269%) dan terendah kawasan Palmerah (46%).
Mengacu pada pemaparan di atas, tidaklah
heran bila banyak developer yang mengalihkan bidikannya ke wilayah
Ring-2 atau bahkan Ring-3. Alasannya, harga tanah di area tersebut masih
reasonable, relatif masih cukup luas dan prospektif untuk pengembangan.
Hal ini juga dilakukan berdasarkan pengalaman sukses spektakuler yang
pernah terjadi di kawasan “sunrise area” seperti di Kelapa Gading,
Cibubur, Bintaro, dan Serpong. Nah, kawasan penyangga Jakarta seperti
Depok, Tangerang, dan Bekasi sekarang juga sedang naik daun sekaligus
menjadi primadona para investor.
Demikian pula halnya di daerah,
di kawasan Ring-2 dan Ring-3 juga terdapat symptom fenomena pengembangan
yang dahsyat. Di Bandung, misalnya. Kawasan seperti Dago, Merdeka,
Asia-Afrika, Braga, dan Jalan Riau senantiasa menjadi incaran utama
investor. Tapi, kini para investor dan developer juga mulai melirik
opportunity di wilayah Bandung Timur seperti: Ujung Berung-AH Nasution,
Ciganitri, Antapani, Arcamanik, Soekarno-Hatta, Gede-Bage, Cibiru,
Rancaekek, dan Jatinangor.
Kawasan baru yang sedang mengalami
dinamika pengembangan karena adanya demand cukup tinggi dari masyarakat
itu sering disebut dengan istilah “sunrise area” atau “sunrise
property”. Namun, diperlukan ketajaman naluri bisnis serta kejelian bagi
developer maupun investor dalam melihat prospek
pengembangannya ke
depan. Mereka yang bersifat visioner dan punya “indera keenam”
senantiasa menjadi leader dan penikmat pertama dari pengembangan kawasan
ini.
Ada beberapa parameter yang dapat digunakan sebagai acuan
dalam melakukan pengambilan keputusan investasi. Pertama, fasilitas
umum. Perlahan tapi pasti seiring berjalannya waktu, biasanya di kawasan
ini mulai bermunculan fasilitas-fasilitas umum seperti rumah sakit,
sekolah, kampus, wisata kuliner, tempat ibadah, pasar tradisional dan
modern, pusat perdagangan dan perkantoran, pusat perbelanjaan, hotel,
terminal, dan stasiun. Kedua, tingkat kepadatan penduduk. Demikian
halnya, pembangunan kawasan residensial mendorong penduduk mulai
memadatinya dengan cepat. Ketiga, tingkat kepadatan lalu-lintas.
Kemacetan sering kali “menjengkelkan”, namun hal ini justru menjadi
indikasi bahwa kawasan tersebut sudah mulai hidup dan berkembang.
Beberapa
indikator tersebut dapat dijadikan acuan bahwa suatu kawasan sudah
mulai diminati masyarakat, demand-nya mulai meningkat. Berdasarkan
pengalaman, sering kali berinvestasi di kawasan sunrise property ini
justru menghasilkan keuntungan berlipat-lipat. Bermunculannya
pembangunan fasilitas ataupun infrastruktur akan menimbulkan multiply
effect yang sangat signifikan.
Keuntungannya, dengan mengeluarkan
modal investasi yang relatif masih murah dan kecil, investor bisa meraih
keuntungan dengan margin profit yang besar. Persentase keuntungan
“capital gain”-nya mencapai 20-50%, bahkan ada yang mencapai 100%
seperti yang pernah terjadi di Kelapa Gading dan Serpong. Anomali pun
terjadi di Kelapa Gading, meskipun sering banjir, harga tanah di kawasan
tersebut selalu mengalami kenaikan signifikan setiap tahun. Luar biasa!
Prinsip 1K x 3L = 1L x 3K
Dalam melakukan keputusan investasi properti yang baik, kita tidak akan
lepas dari prinsip 1K x 3L. “K” di sini adalah Konsep yang ditawarkan
oleh developer; sementara “3L”-nya meliputi: Legalitas, Lokasi, dan
Lingkungan. Sering kali kita mendengar bahwa prinsip investasi properti
adalah Lokasi, Lokasi, dan Lokasi. Namun apabila kita melakukan
pengamatan dan penilaian secara jeli, ada beberapa proyek properti yang
mengalami mati suri—bahkan “bleeding”–meskipun dibangun di kawasan
premium.
Ini terjadi lantaran konsep dan desain produk yang
ditawarkan tidak “berorientasi pada pasar” (market oriented). Sering
kali developer juga melupakan faktor fundamental yang membuat investor
dan konsumen merasa kurang nyaman dalam berinvestasi. Status legalitas
kepemilikan dan lingkungan di sekitarnya kerap luput dari perhatian.
Padahal dewasa ini, konsumen sudah semakin pintar dan cermat dalam
melakukan buying decision.
Apabila prinsip Kaidah 1K x 3L tersebut
sudah dapat dipenuhi, maka pihak developer akan memperoleh 1L x 3K. “L”
di sini adalah Loyalitas dari para investor atau konsumen karena
mendapatkan “3 K” (Kenyamanan, Keuntungan, dan Kepuasan). Status
“consumer” akan bergeser menjadi “customer” karena mereka dapat
melakukan pembelian ulang (repeat order) setiap kali developer
menawarkan proyeknya.
Developer yang menawarkan properti yang
berkonsep market oriented akan dapat memenuhi kebutuhan, keinginan,
serta harapan konsumen. Selain itu, apabila developer berhasil
menyampaikan USP (Unique Selling Proposition) yang dimilikinya kepada
segmen pasar yang dituju, maka otomatis dia akan memiliki benefit,
competitive advantage serta perceived value di mata konsumen.
Dengan
terpenuhinya hal-hal tersebut, maka konsumen akan mendapatkan 3K dalam
berinvestasi, yaitu kenyamanan, keuntungan, dan kepuasan. Pada akhirnya,
pengembang tidak hanya sekadar mendapatkan konsumen tapi juga pelanggan
yang memiliki loyalitas (loyalty customer). Mereka bisa menjadi
kekuatan word of mouth bagi calon pelanggan lainnya.
Melakukan investasi atau keputusan
pembelian properti di kawasan Ring-2 atau Ring-3 sekalipun justru bakal
menguntungkan. Pasalnya, ini cenderung lebih murah dan membutuhkan modal
investasi relatif lebih kecil dengan hasil imbal balik investasi
(return on investment) yang lebih besar. Dengan kejelian serta ketajaman
analisis yang tepat, profit yang akan diperoleh justru berlipat ganda.
Untuk itu, investor dapat menggunakan prinsip Kaidah [1K x (3L)] = [1L x
(3K)] dalam melakukan investasi properti.
Robert G. Allen,
motivator bisnis properti dari Amerika Serikat, mengatakan: “Don’t wait
to buy real estate. Buy real estate and wait”. Keputusan pembelian
ataupun investasi properti berkaitan dengan momentum waktu yang cepat
dan tepat. Properti akan menjadi sumber kemakmuran apabila dilakukan
dengan cara yang tepat, dengan analisis yang tepat dan dalam momentum
waktu yang tepat. Property, properly, and prosperity… Yosi Hidayat Prabowo – * Penulis adalah konsultan properti yang telah menekuni bisnis ini selama lebih dari 20 tahun.
Sumber: Property, Properly, Prosperity
Photo for illustration courtesy of principalgarden.com.sg