Premhouse.com JAKARTA | engan
mengusung green building dan green architecture—bukan hanya sekadar
menyediakan ruang terbuka hijau—sektor properti tentunya akan mendukung
program penghematan energi dan ramah lingkungan yang digadangkan
pemerintah. Terkait isu go green ini, pengamat properti Ruslan Prijadi
mengatakan bahwa konsep rumah ramah lingkungan dan hemat energi harus
ditekankan oleh pemerintah kepada para pengembang. “Terutama dengan
mengantongi sertifikasi sebelum melakukan rencana pembangunannya.”
Ruslan,
yang juga dosen Real Estate Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
menambahkan dengan adanya sertifikasi itu, para pengembang pasti bakal
melaksanakannya, dan secara otomatis hasilnya juga sesuai standardisasi.
”Saya meyakini para pengembang sekarang memiliki kesadaran penuh akan
hal ini.”
Diakuinya, properti yang menekankan penghematan energi
dan ramah lingkungan awalnya terkesan lebih mahal. Namun, dalam jangka
panjang, pengembangan properti jenis ini bakal lebih menguntungkan: baik
dari sisi kesehatan maupun biaya operasional yang dikeluarkan tiap
tahun. Konsep ini juga bukan berarti sepi peminat. Justru sebaliknya,
perumahan dan properti seperti ini akan banyak diminati.
Di pihak
lain, Munichy B. Edrees, Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia,
menyayangkan masih banyaknya arsitek yang kini telah melupakan bahwa
negara kita beriklim tropis. Padahal, jauh sebelumnya, tidak sedikit
contoh arsitektur tradisional yang telah mengusung konsep penghematan
energi—yang saat ini gencar digaungkan dengan istilah green
architecture.
“Banyak pengembang menggunakan arsitek dari luar
negeri dan mengimplementasikannya di Indonesia tanpa melihat bahwa
Indonesia beriklim tropis,” ujar Munichy kepada Property-In. “Ini tidak
benar.” Pasalnya, belum tentu arsitek dari luar memahami kondisi iklim
di negeri kita.
Tengok saja, untuk menyejukkan ruangan sebagian
besar bangunan sekarang mengedepankan air conditioning (AC). Padahal,
Indonesia sudah dikaruniai dengan limpahan cahaya matahari. Hanya saja,
limpahan cahaya ini perlu direduksi. “Prinsip dasarnya, upaya
penghematan (energi) bisa merujuk kepada arsitektur tradisional yang
sesuai dengan iklim tropis,” katanya.
Munichy juga prihatin
melihat banyak arsitek muda lokal yang melupakan prinsip dasar
arsitektur tradisional. “Kita boleh saya mencomot konsep Eropa, tetapi
jangan sampai konsep dasar lokal ditinggalkan. Harus di-mix supaya
menjadi sebuah kearifan,” tandasnya sambil menyebut Wisma Dharmala di
Jalan Sudirman, Jakarta, sebagai salah satu arsitektur modern yang mampu
mengadaptasi kearifan lokal.
Sebenarnya, sebagian besar konsep
green building menganut prinsip arsitektur tradisional. Jadi, ‘kearifan
lokal’ memang perlu dipertimbangkan oleh para arsitek dalam merancang
bangunan di Tanah Air. Dengan begitu, penghematan energi pun bisa lebih
dimaksimalkan.
Sumber: Property-in | Kearifan Arsitektur Tradisional